Jumat, 08 Juli 2011

PENGEMBANGAN MEDIA DALAM DISKUSI PADA PEMBELAJARAN


I.                   PENGEMBANGAN MEDIA DALAM DISKUSI PADA PEMBELAJARAN


A.    Pengertian Media Pembelajaran
            Secara istilah media berarti “perantara” yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan pada dasarnya media pembelajaran merupakan wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan pada penerima pesan (anak) atau dengan kata lain perantara yang menghubungkan/menyampaikan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Menurut Heinich, molenda dan Russell (1993) media merupakan saluran komunikasi yang merupakan perantar sumber pesan (asauce source) dengan penerima pesan (Areceiver) yang mencontohkan media ini dengan film,TV, diagram, computer, dan lain lain dimana contoh tersebut bisa dipertimbangkan sebagai media pembelajaran  media pembelajaran terdiri dari atas 2 unsur yaitu :
      a. Unsur   Peralatan perangkat keras
       b. Unsur  pesan dibawanya (meseg/software)
      Unsur  pesan adalah informasi atau bahan agar dalam tema/topik tertentu yang
akan disampaikan/dipelajari anak
      Unsur perangkat keras adalah sarana/peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan tersebut.
            Dengan demikian sesuatu baru bisa dikatakan media pembelajaran jika sudah memenuhi kedua unsur tersebut. Rossi dan Breidel ,(1996), mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, sperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Alat-alat tersebut kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran.
B.     Diskusi
            Diskusi adalah proses pelibatan dua orang atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pikiran.pendapat,dan atau saling mempertahankan pendapat. Menurut Maiyer (Depdikbud,1983:29) dalam diskusi kelompok kecil, dapat meningkatkan siswa untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah. Untuk itu, bilamana guru menginginkan keterlibatan anak secara maksimal dalam diskusi, maka jumlah anggota kelompok diskusi perlu diperhatikan guru.
            Namun demikian pembelajaran dengan metode diskusi semacam ini keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan proses diskusi, peranan pemimpin diskusi sangat menentukan.
            Pemimpin diskusi bertugas untuk mengklarifikasi topik yang tidak jelas. Jika diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif dengan melontarkan ide-ide yang dapat memancing pendapat peserta diskusi. Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses diskusi, tugas pemimpin diskusi adalah meredakan ketegangan. Tidak jarang pendapat-pendapat dalam diskusi menyimpang dari topik utama, karena itu pemimpin diskusi bertugas untuk mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi.

C.    Penerapan Metode Diskusi dalam Pembelajaran.
            Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251). Manakala salah satu diantara siswa berbicara, maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain.   Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai nara sumber. Dalam penentuan pimpinan diskusi, anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat tinggi.
            Mc.Keachie dan Kulik (Gage dan Berliner, 1984: 487), menyebutkan bahwa dibanding dengan metode ceramah, dalam hal retensi, proses berfikir tingkat tinggi, pengembangan sikap dan pemertahanan motivasi, lebih baik dengan metode diskusi. Hal ini disebabkan metode diskusi memberikan kesempatan anak untuk lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang bersifat langsung.



II.PEMBAHASAN
A.               Media
            Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan utnuk menyampaikan pesan atau informasi.
            Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987 : 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. (Arsyad, 2003 : 3).
            Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6).
            Media pendidikan oleh Communission on Instructional Technology (1970) diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang digunakan  untuk tujuan pembelajaran disamping guru, buku teks, dan papan tulis. Gegne (1970) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah sarana untuk memberikan perangsang bagi si belajar supaya proses belajar terjadi.
            Sedangkan dalam arti luas, media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks akan tetapi juga mencakup alat-alat sederhana seperti: tv radio, slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, atau objek-objek nyata lainnya. Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna

B.               Diskusi
            Pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari diskusi (Maier, dalam Depdikbud, 1983:29). Masalah-masalah yang tepat untuk pembelajaran dengan metode diskusi adalah masalah yang menghasilkan banyak alternatif pemecahan. Dan juga masalah yang mengandung banyak variabel. Banyaknya alternatif dan atau variabel tersebut dapat memancing anak untuk berfikir. Oleh karena itu, masalah untuk diskusi yang pemecahannya tidak menuntut anak untuk berfikir, misalnya hanya menuntut anak untuk menghafal, maka masalah tersebut tidak cocok untuk didiskusikan

C.               Penerapan Metode Diskusi Dalam Pembelajaran
            Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251). Manakala salah satu diantara siswa berbicara, maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu.
             Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain. Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai nara sumber. Dalam penentuan pimpinan diskusi, anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat tinggi.
Mc.Keachie dan Kulik (Gage dan Berliner, 1984: 487), menyebutkan bahwa dibanding dengan metode ceramah, dalam hal retensi, proses berfikir tingkat tinggi, pengembangan sikap dan pemertahanan motivasi, lebih baik dengan metode diskusi. Hal ini disebabkan metode diskusi memberikan kesempatan anak untuk lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang bersifat langsung.
            Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
Hasil-hasil penelitian tentang penggunaan metode diskusi kelompok oleh Lorge, Fox, Davitz, dan Brenner (Davies, 1984:237--239) dapat disimpulkan dalam rangkuman berikut.
a. Mengenai soal-soal yang berisiko, keputusan kelompok lebih radikal dari pada keputusan perorangan.
b. Kalau ada pelbagi pendapat tentang sebuah soal yang masih baru, maka pemecahan              kelompok lebih tepat daripada pemecahan perorangan; tetapi tidak selalu demikian kalau soalnya biasa-biasa saja.
c. Kalau bahan persoalan bukan materi baru, dan anggota-anggota kelompok mempunyai keterampilan dalam memecahkan soal-soal sejenis, pemecahan kelompok lebih baik    dari pemecahan oleh anggota masing-masing, tetapi kadang-kadang pemcahan anggota yang paling cerdas lebih baik lagi.
d. Kebaikan utama diskusi kelompok bukanlah pengajuan banyak pendekatan,melainkan penolakan terhadap pendekatan yang tidak masuk akal.  (Konklusi ini tidak berlaku untuk ("brain storming").
e. Yang memperoleh keuntungan dari diskusi kelompok, ialah siswa-siswa yang lemah dalam pemecahan soal.
f. Superioritas kelompok merupakan fungsi dari kualitas tiap anggotakelompok. Sebuah kelompok dapat diharapkan memecahkan sebuah soal,kalau sekurang-kurangnya satu  anggota dapat memecahkan soal itu secaraindividual, sekalipun ia memerlukan lebih banyak waktu.
g. Dalam hal waktu, metode kelompok biasanya kurang efisien. Kalau anggota-anggota  
    saling percaya dan bekerjasama dengan baik, makakelompok dapat bekerja lebih cepat
    daripada kerja perorangan.
h. Kehadiran orang luar mempengaruhi prestasi anggota-anggota kelompok. Kalau kelompok  itu bekerjasama secara harmonis, dan orangluar bergabung dengan kelompok, hal itu mempunyai pengaruh positif; kalau kerja sama itu tidak harmonis, maka kehadiran itu merusak, jika dia hanya bertindak sebagai pendengar saja.
i. Dengan metode diskusi perubahan sikap dapat dicapai dengan lebih baik daripada kritik langsung untuk mengubah sikap yang diharapkan. Metode diskusi juga paling baik untuk memperkenalkan inovasi-inovasi atau perubahan.
            Kalau dipakai struktur pembahasan yang cocok dengan tugas, dan cukup waktu untuk meninjau persoalan dari segala segi, serta jika anggota-anggota tidak saling mengevaluasi, maka diskusi kelompok terbukti lebih kreatif daripada belajar perorangan. (Kondisi-kondisi ini terdapat pada "brain storming").
            Bertolak dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas menyokong asumsi bahwa keunggulan metode diskusi terletak pada efektivitasnya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran ranah afektif (Davies, 1984: 239). Karena itu, ada tiga macam tujuan pembelajaran yang cocok melalui penggunaan metode diskusi:
(1) penguasaan bahan pelajaran, (2) pembentukkan dan modifikasi sikap, serta (3) pemecahan masalah (Gall dan Gall, dalam Depdikbud, 1983:28). Pembentukkan dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi yang berorientasi pada isu yang sedang berkembang. Diskusi yang bertujuan membentuk atau memodifikasi sikap ini, dimulai dengan guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang menggambarkan isu yang ada dalam masyarakat (seperti: kolusi dalam suatu lembaga, pelecehan seksual, gerakan disiplin nasional, penggusuran, dan lain sebagainya). Guru atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta pandangan dari anggota kelompok untuk menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah isu tersebut. Komentar-komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok. Selama diskusi berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman dan klarifikasi yang lebih baik tentang isu tersebut dengan memperkenalkan contoh-contoh yang berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi.
            Menurut Maiyer (Depdikbud,1983:29) dalam diskusi kelompok 127kecil, dapat meningkatkan siswa untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah. Untuk itu, bilamana guru menginginkan keterlibatan anak secara maksimal dalam diskusi, maka jumlah anggota kelompok diskusi perlu diperhatikan guru. Jumlah anggota kelompok diskusi yang mampu memaksimalkan partisipasi anggota adalah antara 3--7 anggota. Dari hasil pengamatan, kelompok diskusi yang jumlah anggotanya antara 3--7 itu saja, anggota yang diduga kurang berpartisipasi penuh berkisar 1--2 orang.
            Dalam diskusi dengan jumlah anggota yang relatif kecil memungkinkan setiap anak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi. Masalah atau isu yang dijadikan topik diskusi hendaknya yang relevan dengan minat anak. Masalah diskusi yang cocok dengan minat anak dapat mendorong keterlibatan mental dan keterlibatan emosional siswa secara optimal. Melalui penggunaan metode diskusi, siswa juga mendapat kesempatan untuk latihan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan untuk mengembangkan strategi berfikir dalam memecahkan masalah.
            Namun demikian pembelajaran dengan metode diskusi semacam ini keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan proses diskusi, peranan pemimpin diskusi sangat menentukan. Pemimpin diskusi bertugas untuk mengklarifikasi topik yang tidak jelas. Jika diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif dengan melontarkan ide-ide yang dapat memancing pendapat peserta diskusi.
             Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses diskusi, tugas pemimpin diskusi adalah meredakan ketegangan. Tidak jarang pendapat-pendapat dalam diskusi menyimpang dari topik utama, karena itu pemimpin diskusi bertugas untuk mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi. Pemilikan pengetahuan secara umum tentang masalah yang didiskusikan adalah prasyarat agar setiap peserta mampu mengemukakan pendapat.
            Diskusi tidak akan berhasil manakala peserta diskusi belum memiliki pengetahuan yang menjadi masalah yang didiskusikan. Dalam diskusi formal, untuk membekali pengetahuan peserta, disajikan terlebih dahulu makalah yang disusun oleh salah satu peserta diskusi.




D.               Jenis-jenis Diskusi
a. Diskusi Kelompok Besar (Whole Group Discussion.
            Jenis diskusi kelompok besar dilakukan dengan memandang kelas sebagai satu kelompok. Dalamdiskusi ini, guru sekaligus sebagai pemimpin diskusi. Namun begitu, siswa yang dipandang cakap, dapat saja ditugasi guru sebagai pemimpindiskusi. Dalam diskusi kelompok besar, sebagai pemimpin diskusi, guruberperan dalam memprakarsai terjadinya diskusi. Untuk itu, guru dapatmengajukan permasalahan-permasalahan serta mengklarifikasinyasehingga mendorong anak untuk mengajukan pendapat. Dalam diskusi kelompok besar, tidak semua siswa menaruh perhatian yang sama,karena itu tugas guru sebagai pemimpin diskusi untuk membangkitkanperhatian anak terhadap masalah yang sedang didiskusikan. Di sampingitu, distribusi siswa yang ingin berpendapat perlu diperhatikan.
            Dalamdiskusi kelompok besar, pembicaraan sering didominasi oleh anak-anak
tertentu. Akibatnya tidak semua anak berkesempatan untuk berpendapat. Untuk menghindari keadaan itu, pemimpin diskusi perlumengatur distribusi pembicaraan. Tugas terberat bagi pemimpin diskusi adalah menumbuhkan keberanian peserta untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam praktek, tidak sedikit anak-anak yang kurang berani berpendapat dalam berdiskusi. Terlebih bagi anak yang kurangmenguasai permasalahan yang menjadi bahan diskusi.

b. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group Discussion)
            Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri atas 4--5 orang. Tempat berdiskusi diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan dipertengahan pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud menajamkan pemahaman kerangka pelajaran,memperjelas penguasaan bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar segenap individu membandingkan persepsinya yang mungkin berbeda-beda tentang bahan pelajaran, membandingkan interpretasi dan informasi yang diperoleh masing-masing individu yang dapat saling memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, interpretasi, sehingga dapat dihindarkan kekeliruan-kekeliruan.
            Diskusi Panel Fungsi utama diskusi panel adalah untuk mempertahankan keuntungan diskusi kelompok dengan situasi peserta besar, dimana ukuran kelompok tidak memungkinkan partisipasi kelompok secara mutlak. Dalam artian panel memberikan pada kelompok besar keuntungan partisipasi yang dilakukan orang lain dalam situasi diskusi yang dibawakan oleh beberapa peserta yang terpilih. Peserta yang terpilih yang melaksanakan panel mewakili beberapa sudut pandangan yang dipertimbangkan dalam memecahkan masalah. Mereka memiliki latarbelakang pengetahuan yang memenuhi syarat untuk berperan dalam diskusi tersebut. Forum panel secara fisik dapat dihadiri audience secara lansung atau tidak langsung (melalui TV, radio, dan sebagainya).

c. Diskusi Kelompok
            Suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri atas 3--6 orang. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan diskusi dengan masalah tertentu. Guru menjelaskan garis besar problemkepada kelas, ia menggambarkan aspek- aspek masalah kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi topik masalah yang sama atau berbeda-beda selanjutnya masing-masing kelompok bertugas untuk menemukan kesepakatan jawaban penyelesaiannya. Untuk memudahkan diskusi anak,guru dapat menyediakan reference atau sumber-sumber informasi yangrelevan. Setiap sindikat bersidang sendiri-sendiri atau membaca bahan, berdiskusi dan menysusun kesimpulan sindikat. Tiap-tiapkelompok mempresentasikan kesimpulan hasil diskusinya dalam sidangpleno untuk didiskusikan secara klasikal.

d. Brain Storming Group.
             Kelompok menyumbangkan ide-ide baru tanpa dinilai segera. Setiap anggota kelompok mengeluarkan pendapatnya.Hasil belajar yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan ide-ide yang yang ditemukannya dianggap benar.



e. Symposium.
            Beberapa orang membahas tentang aspek dari suatu subjektertentu dan membacakan di muka peserta simposium secara singkat(5--20 menit). Kemudian dikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah dan juga dari pendengar. Bahasan dan sanggahan ituselanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil simposium.
E.               Kegunaan Metode Diskusi
            Diskusi sebagai metode mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila kita (guru) hendak memberi kesempatan kepada siswa: untuk mengekspresikan kemampuannya, berpikir kritis, menilai perannya dalamdiskusi, memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di sekolah, memotivasi, dan mengkaji lebih lanjut.           Melalui diskusi dapat dikembangkan keterampilan mengklarifikasi, mengklasifikasi,menyusun hipotesis, menginterpretasi, menarik kesimpulan, mengaplikasikan teori, dan mengkomunikasikan pendapat. Disamping itu, metode diskusi dapat melatih sikap anak menghargai pendapat orang lain,melatih keberanian untuk mengutarakan pendapat, mempertahankanpendapat, dan memberi rasional sehubungan dengan pendapat yang dikemukakannya.
F.  Prinsip Umum Penggunaan Metode Diskusi
            Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode diskusi, antara lain sebagai    berikut.
a. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang didiskusikan agar dilakukan bersama-sama dengan siswa
 b. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa masalah tersebut dipilih untuk      didiskusikan.
c. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran, pendapat, pertanyaan, dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah.
d.Memberitahukan tata tertib diskusi.
e. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.
f. Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.


G. Langkah-Langkah Pelaksanaan Diskusi Kelompok
               Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki karakteristik masing-masing. Seminar memiliki karakteristik yang berbeda dengan simposium,brain storming, debat, panel, sindikat group dan lain-lain. Demikian pula simposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah dan atau prosedur pelaksanaannya berbeda satu dengan yang lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah diskusi kelas dapat dilaksanakan dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut ini.
a. Merumuskan masalah secara jelas
b. Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor), mengaturtempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuandiskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan.
c. Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana         bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka  mempunyai hak bicara yang sama.
d. Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.
e. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok. Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan metode diskusi melalui tahap-tahap berikut ini.

1.Tahap Persiapan
a.Merumuskan tujuan pembelajaran
b.Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.
c.Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.
d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi:
    (1) menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah,
    (2) menentukan alokasi waktu,
    (3) menuliskan garis besar bahan diskusi,
    (4) menentukan format susunantempat,
    (5) menetukan aturan main jalannya diskusi.

e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi:
    (1) menggandakan bahan diskusi,
    (2) menentukan dan mendisain tempat,
    (3) mempersiapkan alat-alat yangdibutuhkan.

2. Tahap pelaksanaan
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
b. Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.
c. Menjelaskan prosedur diskusi.
d. Mengatur kelompok-kelompok diskusi
e. Melaksanakan diskusi.

3. Tahap penutup
a. Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil.
b. Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi.
c. Memberikan umpan balik.
d. Menyimpulkan hasil diskusi.

            Peranan Guru Sebagai Pemimpin Diskusi Untuk mempertahankan kelangsungan, kelancaran dan efektivitas diskusi, guru sebagai pemimpin diskusi memegang peranan menentukan. (Mainuddin, Hadisusanto dan Moedjiono, 1980:8--9,)
                                             
H. Kesimpulan
            Media diperlukan dalam pembelajaran,karena proses belajar mengajar hakekatnya adalah komunikasi dua arah antara peserta didik.
            Pembelajaran yang menggunakan media diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne dan Briggs. 1979: 251)
            Dari beberapa media  dapat dikembangkan dengan menggunakan kemajuan IPTEK, misalnya dengan power point. Sehingga pembelajaran lebih menarik.
            Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah proses yang melibatkan dua orang atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat dan atau saling mempertahankan pendapat.
Dari beberapa  media yang dikembangkan seperti :
1.                  Card problem
2.                  Card block
3.                  Card question
4.                  Paper panel